Industri konstruksi sangat berkaitan dengan teknikal. Oleh karena itu, dalam mengerjakan proyek konstruksi dibutuhkan pihak yang dapat menjamin kualitas teknis pada operasional suatu badan usaha konstruksi, yaitu Penanggung Jawab Teknis. Karena perannya yang sangat vital, terdapat risiko hukum jika sebuah Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK) tidak memiliki Penanggung Jawab Teknis.
Apa itu Penanggung Jawab Teknis?
Berdasarkan Permen PUPR No.9/PRT/M/2019 tentang Pedoman Pelayanan Perizinan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing, Penanggung Jawab Teknis (PJT) BUJK adalah orang yang bertanggung jawab terhadap aspek keteknikan dalam operasional BUJK. PJT memiliki peran yang sangat penting untuk memastikan bahwa seluruh pekerjaan atau operasional konstruksi sesuai dengan standar teknis yang ditetapkan serta memenuhi regulasi dan persyaratan yang berlaku.
Untuk mengetahui lebih lanjut, berikut peran dan tanggun jawab PJT:
1. Mengawasi Pelaksanaan Teknis
PJT memiliki tanggung jawab dalam mengawasi pelaksanaan teknis terkait proyek yang sedang berjalan. Peran dan tanggung jawab yang diemban oleh PJT dilakukan dengan cara melakukan pemantauan dan pengawasan yang didasarkan pada perencanaan desain, metode konstruksi, hingga penggunaan bahan material yang sesuai dengan blueprint awal.
2. Memastikan Kualitas Konstruksi
PJT harus menjamin seluruh pekerjaan yang berbasiskan teknis harus memenuhi kualitas standar yang sudah ditetapkan sebelumnya. Untuk memeriksa kualitas standarnya, PJT melakukan pengujian, inspeksi, dan pengendalian mutu terhadap produk dan material yang digunakan.
3.Memahami dan Mematuhi Regulasi
PJT harus memiliki wawasan dan pengetahuan terkait regulasi standar teknis yang terbaru dan persyaratan hukum yang berlaku dalam industri konstruksi, sehingga dapat dikatakan PJT bertanggung jawab dalam memastikan proyek dikerjakan sesuai dengan standar dan regulasi berlaku.
4. Koordinasi dengan Tim
Semakin kompleks pekerjaan proyek konstruksi, maka PJT wajib untuk berkoordinasi dengan tim lainnya seperti arsitek, insinyur, kontraktor, dan sebagainya. Hal ini dilakukan agar seluruh divisi memiliki pemahaman dan kualitas yang sama terkait standar teknis yang dianjurkan oleh PJT, sehingga proyek konstruksi dapat mencapai target yang sudah direncanakan.
Ini Risiko Hukum Kontraktor yang Tidak Punya PJT (Penanggung Jawab Teknis)
Untuk menjadi PJT, seorang individu harus memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK), karena SKK merupakan syarat mutlak menjadi PJT. Jika kontraktor tidak memiliki PJT yang bersertifikat SKK, maka proyek konstruksi yang dikerjakan dianggap melanggar peraturan perizinan usaha jasa konstruksi dan berpotensi terkena risiko hukum seperti sesuai dengan UU No.2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi:
● Pasal 99 ayat (1) “Setiap tenaga kerja konstruksi yang bekerja di bidang jasa konstruksi tidak memiliki SKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 701 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa pemberhentian dari tempat kerja.”
● Pasal 99 ayat (2) “Setiap pengguna jasa dan/atau penyedia jasa yang mempekerjakan tenaga kerja konstruksi yang tidak memiliki SKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa:
a. Denda administratif; dan/atau
b. Penghentian sementara kegiatan layanan jasa konstruksi.”
Untuk mengerjakan proyek konstruksi, diperlukan PJT dalam memastikan standar, kualitas, dan regulasi yang berlaku dalam industri konstruksi. Jika badan usaha atau penyedia jasa konstruksi tidak memiliki PJT, maka akan berpotensi terkena risiko hukum seperti sanksi administratif atau penghentian sementara kegiatan layanan jasa konstruksi. Oleh karena itu, jika Anda ingin berkonsultasi terkait legalitas perusahaan konstruksi, kunjungi website berikut ini gmscer.com. Tim kami akan memberikan rekomendasi dan saran terbaik kepada perusahaan Anda dengan harga yang terjangkau.


